Menyusul Alex Noerdin, Harnojoyo Kini Tersangka Korupsi Pasar Cinde Palembang

Menyusul Alex Noerdin, Harnojoyo Kini Tersangka Korupsi Pasar Cinde Palembang

Menyusul Alex Noerdin, Harnojoyo Kini Tersangka Korupsi Pasar Cinde Palembang

majalahpotretindonesia.com – PALEMBANG – Setelah sebelumnya mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ditetapkan tersangka, kini giliran mantan Wali Kota Palembang Harnojoyo yang menjadi sorotan. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) resmi menetapkan Harnojoyo sebagai tersangka kasus korupsi revitalisasi Pasar Cinde Palembang, Senin (7/7/2025). Penetapan ini menjadi bab anyar dalam penanganan dugaan korupsi proyek mangkrak yang dipimpin bersama beberapa pejabat lain. Artikel ini mengupas lebih dalam kronologi, modus, dampak, dan respons Harnojoyo terkait penetapan status hukumnya.

Kronologi Penetapan Harnojoyo sebagai Tersangka

Proses hukum terhadap Harnojoyo bermula ketika Tim Pidana Khusus Kejati Sumsel menggeledah kantor walikota dan sejumlah dinas pada April 2025, mengumpulkan data dan dokumen terkait pembangunan pasar Cinde yang mangkrak sejak 2018. Harnojoyo sempat diperiksa sebagai saksi selama beberapa jam.

Pada Senin (7/7/2025), Kejati Sumsel menaikkan status Harnojoyo dari saksi menjadi tersangka, menyusul cukupnya bukti investigasi. Harnojoyo bahkan sempat mengenakan rompi tahanan dan diborgol sebelum dibawa ke Rutan Pakjo Palembang.

Penetapan Harnojoyo sebagai tersangka melengkapi daftar empat pejabat yang sudah siap proses hukum: Alex Noerdin, Edi Hermanto (Ketua panitia BGS), Direktur PT Magna Beatum Aldrin Tando, dan Raimar Yousnaldi (Kepala Cabang PT Magna Beatum).

Modus Korupsi Pasar Cinde: Skema BGS & Aset Cagar Budaya

Kasus ini bermula dari upaya revitalisasi Pasar Cinde—cagar budaya ikonik Palembang—yang dikonsep ulang lewat mekanisme Bangun Guna Serah (BGS) sebagai proyek penunjang Asian Games 2018.

Modus dimulai dengan pemanfaatan aset Pemprov Sumsel tanpa dasar yang kuat. Mitra BGS dinilai tidak memenuhi kualifikasi, tapi kontrak tetap ditandatangani. Akibatnya, pasar cagar budaya ini hancur dan berganti nama jadi Ardillon Plaza, sementara estimasi kerugian negara diperkirakan mencapai hampir Rp 1 triliun.

Investigasi juga menemukan upaya hukum yang menghambat proses penyidikan: percakapan chat menunjukkan niat memberi kompensasi Rp 17 miliar dan mencari “pemeran pengganti” untuk jadi tersangka.

Dampak Proyek Mangkrak bagi Pedagang Lokal dan Masyarakat

Sejak 2018, puluhan pedagang kehilangan tempat usaha. Akibat proyek mangkrak, usaha mereka macet dan tak jelas pemasukan, membuat nasib mereka terus tergantung hingga kini.

Warga dan pedagang mempertanyakan kenapa proyek bernilai besar ini tak selesai, sementara ikon budaya mereka lenyap. Emosi publik memuncak karena tidak ada transparansi sejak awal, hingga sekarang banyak yang belum menemukan kejelasan.

Selain masalah ekonomi, kehancuran Pasar Cinde juga menjadi kehilangan estetika dan sejarah kota Palembang. Bangunan tua dan nilai budayanya sirna diganti pembangunan baru yang mangkrak.

Profil Harnojoyo: Kiprah dan Laporan Kekayaan

Harnojoyo menjabat sebagai Wali Kota Palembang sejak 2018 hingga 2023, setelah sebelumnya menjadi Wakil dan Plt Wali Kota. Ia dikenal aktif mengurus berbagai proyek kota, termasuk infrastruktur dan pelestarian cagar budaya.

Namun namanya juga muncul di LHKPN yang mencatat total kekayaan sebesar Rp 12 miliar, terdiri dari 26 properti, kendaraan, dan kas—yang kini turut dicermati dalam penyidikan.

Respons dari Harnojoyo dan Pihak Terkait

Harnojoyo mengklaim status cagar budaya Pasar Cinde diatur lewat Perda. Ia menyatakan bahwa pembongkaran dilakukan atas dasar coordinasi dengan Pemprov Sumsel, untuk pengosongan lahan.

Sebagai tersangka, Harnojoyo mengaku proses penyidikan tak dipicu secara pribadi, namun karena penyidik ingin meluruskan sejarah formal terkait rekomendasi dan arah proyek.

Hingga kini, pihak penyidik masih mengusut kemungkinan pelibatan pejabat lain dan aliran dana dalam skema tersebut.

Penetapan Harnojoyo sebagai tersangka korupsi Pasar Cinde menunjukkan keseriusan Kejati Sumsel menindak kasus yang merugikan pedagang, menghilangkan aset budaya, dan melibatkan pejabat tinggi. Modus BGS dan penghambatan hukum menunjukan kompleksitas korupsi di balik proyek pemerintah.