Tragedi Pendaki Brasil di Rinjani Jadi Momentum Pembenahan Basarnas (majalahpotretindonesia.com) – Seorang pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi perhatian nasional. Insiden meninggalnya Juliana Marins, Peristiwa ini dinilai sebagai momentum penting untuk melakukan pembenahan Basarnas secara menyeluruh, khususnya dalam hal kecepatan dan efektivitas evakuasi di medan ekstrem.
Anggota Komisi V DPR RI, Abdul Hadi, menyampaikan duka mendalam atas tragedi tersebut dan menyoroti keterlambatan dalam proses evakuasi yang memakan waktu hingga tiga hari sejak sinyal darurat pertama kali dikirim oleh korban.
“Kejadian ini harus menjadi momentum pembenahan menyeluruh. Agar tragedi serupa tidak terulang pada masa depan,” ujarnya, dikutip dari laman RRI, Kamis (26/6/2025).
DPR Soroti Keterlambatan Evakuasi
Menurut Abdul Hadi, keterlambatan respons terhadap sinyal darurat merupakan isu serius yang harus dijawab secara sistematis. Ia menyayangkan fakta bahwa korban sempat mengirim sinyal dalam kondisi kritis, namun baru bisa dijangkau setelah tiga hari.
“Publik berhak mempertanyakan lambatnya evakuasi ini. Bagaimana bisa dalam waktu kritis korban sempat memberi sinyal dan baru dijangkau setelah tiga hari,” tegasnya.
Tantangan Medan Tak Boleh Jadi Alasan
Meski mengakui bahwa medan evakuasi di Gunung Rinjani sangat sulit—termasuk faktor kabut tebal dan posisi korban di jurang sedalam 600 meter—Abdul Hadi tetap menekankan pentingnya peningkatan standar operasional prosedur (SOP) dan penggunaan teknologi modern.
Evaluasi Sistem dan Teknologi SAR
Politikus PKB ini juga menekankan bahwa sudah saatnya Basarnas meningkatkan sistem tanggap darurat dengan memanfaatkan teknologi canggih, seperti:
-
Drone pencari panas (thermal drone)
-
Drone logistik berat
-
Perangkat pelacak GPS dan emergency beacon yang wajib dibawa pendaki, terutama wisatawan mancanegara
“Pengadaan teknologi ini harus menjadi prioritas agar evakuasi bisa berlangsung cepat dan akurat,” ujar Abdul Hadi.
Perlu Pusat Komando Terpadu
Selain itu, ia juga mendorong pembentukan pusat komando terpadu dalam situasi darurat yang melibatkan:
-
Basarnas
-
Taman Nasional
-
TNI dan Polri
-
BPBD
-
Komunitas lokal pencinta alam
Koordinasi ini harus berbasis data real-time, sehingga setiap pihak dapat bergerak cepat dan sinkron saat terjadi kecelakaan.
Pembenahan Basarnas Harus Menyeluruh
Kejadian ini tidak hanya menyentuh aspek teknis, tetapi juga menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih holistik terhadap manajemen risiko wisata petualangan di Indonesia.
“Latihan rutin, pelibatan komunitas lokal, dan pemutakhiran SOP harus ditingkatkan,” tambahnya.