majalahpotretindonesia.com – Tragedi kembali menyayat hati publik global – Direktur RS Indonesia di Gaza, dr. Marwan al‑Sultan, tewas saat rumahnya di Tal al‑Hawa, Gaza Barat, terkena serangan udara Israel pada Rabu (2 Juli 2025). Menurut laporan resmi, ia meninggal dunia bersama istri dan anaknya. Berikut kronologi lengkap kejadian, latar belakang, respons pemerintah, hingga dampak kemanusiaan di tengah konflik yang memanas.
Detil Kronologi Serangan & Tewasnya dr. Marwan
Pertama kali dikonfirmasi lewat rilis Kemenlu RI, serangan udara terjadi di kediaman dr. Marwan, menewaskan dirinya, istri, dan anak-anaknya pada Rabu sore. Rumah itu berada di kawasan padat Tal al‑Hawa, Gaza Barat, persis di samping RS Indonesia yang sudah berhenti beroperasi penuh akibat pengepungan dan kerusakan struktural.
Saksi dari MER‑C menyatakan ledakan menghancurkan bangunan, membuat jenazah ketiganya sulit dikenali. Proses evakuasi ke RS al‑Shifa dilakukan dalam kondisi darurat dan suasana duka sedang memuncak di antara tim medis dan warga setempat.
Marwan dikenal sebagai ahli jantung tersisa di Gaza dan menjadi figur medis penting—kehancuran ini bukan hanya duka keluarga, tetapi juga kehilangan sumber keilmuan dan layanan medis dalam situasi kemanusiaan yang sudah sangat kritis.
Peran & Kontribusi dr. Marwan di Tengah Krisis
1. Direktur Rumah Sakit Indonesia
Marwan memimpin RS Indonesia—rumah sakit terbesar di utara Gaza yang dikelola oleh MER‑C. Fasilitas ini didirikan pada 2016 dan dibiayai oleh donasi rakyat Indonesia. Dengan kapasitas 100 tempat tidur serta ICU dan ruang operasi, rumah sakit ini sempat menjadi pusat jaringan medis saat Gaza dikepung.
2. Pengabdi di Tengah Kepungan
Sejak agresi militer Israel pada Oktober 2023, Marwan menjadi pusat publikasi kondisi darurat—laporan pasien luka bakar, serangan udara, dan kondisi medis ekstrem. Ia kerap bersaksi di media global, dan bekerja siang-malam tanpa henti, mengandalkan lampu darurat saat pasokan listrik habis, dan menghadapi baku tembak langsung.
3. Ahli Jantung yang Langka
Menurut HWW, Marwan adalah dari dua ahli jantung terakhir yang tersisa di Gaza. Ribuan pasien gagal jantung kehilangan satu-satunya harapan medis profesional setelah wafatnya beliau.
Dampak Kematian & Respons Kemanusiaan
Serangan ini membuat total tenaga kesehatan yang tewas mencapai lebih dari 1.400 sejak awal konflik, termasuk 70 dalam 50 hari terakhir. Penargetan tenaga medis dinilai sistematis dan melanggar hukum internasional.
Komisi I DPR RI dan BKSAP DPR mengutuk keras insiden ini, menyebutnya sebagai pelanggaran brutal dan menyerukan parlemen dunia untuk bertindak cepat terhadap kejahatan kemanusiaan di Gaza. Kemenlu dan Menlu RI secara resmi juga mengecam, mendesak gencatan senjata dan perlindungan medis penuh di Jalur Gaza.
MER‑C dan organisasi internasional menyoroti bahwa serangan ini tidak hanya membunuh tenaga medis, tapi juga menghancurkan fasilitas kesehatan, mengancam keseluruhan ekosistem perawatan medis dan nyawa pasien.
Fungsi RS Indonesia & Kondisi Terkini
RS Indonesia sejak Mei 2025 sudah dihantam berulang kali, menyebabkan aliran listrik, air, dan suplai medis terputus. Staf medis dan pasien terpaksa dievakuasi, beberapa fasilitas hancur. Kondisi ini sangat mengguncang kapasitas layanan medis lokal.
WHO dan lembaga HAM menyebut tekanan terhadap fasilitas medis sengaja dilakukan, dan menyerukan agar IDF menghormati hukum internasional yang melindungi tenaga medis. Namun serangan tetap berlanjut, menyebabkan runtuhnya layanan kesehatan di Gaza utara.
Dampaknya terasa di seluruh Gaza, rumah sakit bergiliran lumpuh, pasien luka kritis terlantar, dan kondisi medis di Gaza berada di ujung jurang bencana kemanusiaan.
Kronologi Direktur RS Indonesia di Gaza tewas menunjukkan skala penyerangan serius terhadap tenaga medis: dr. Marwan al‑Sultan wafat bersama keluarga dalam rumahnya yang jadi sasaran bom pada 2 Juli 2025. Kehilangan ini bukan hanya tragedi personal, tapi limpahan krisis medis di masa krisis kemanusiaan.