Startup Tumbang Usai Fraud, Pakar Binus Pesan Begini ke Kampus dan Mahasiswa

Startup Tumbang Usai Fraud, Pakar Binus Pesan Begini ke Kampus dan Mahasiswa

Startup Tumbang Usai Fraud, Pakar Binus Pesan Begini ke Kampus dan Mahasiswa

majalahpotretindonesia.com – Kasus seperti startup tumbang usai fraud makin sering muncul—dari unicorn lokal hingga fintech terkemuka, fraud menyebabkan kerugian investor dan kerusakan reputasi. Pakar dari BINUS University pun angkat bicara, memberi pesan penting kepada kampus dan mahasiswa agar pencegahan dimulai dari pendidikan etika dan tata kelola sejak dini.

Tren Fraud Startup & Dampaknya terhadap Ekosistem

Fenomena startup yang “tumbang usai fraud” bukan mitos. Sepanjang tengah akhir 2024 hingga 2025, terjadi cukup banyak kasus—eFishery, Investree, KoinP2P—yang terbukti manipulasi laporan keuangan, pencucian dana, atau bahkan skema Ponzi.

Dampaknya luar biasa:

  1. Investor berlapis merasa was-was, dana terblokir, rencana ekspansi batal, dan risk appetite sektor teknologi ikut menurun.

  2. Reputasi industri startup nasional ikut tercoreng—calon startup solid dipandang curiga, startup bootstrapped susah cari funding, dan persepsi umum soal inovasi teknologi jadi negatif .

  3. Pengawasan regulator makin ketat, OJK dan BKPM dikritik karena kelemahan kontrol di fintech dan P2P lending—memicu rekomendasi agar pengawasan jadi lebih pendekatan proaktif.

Efek domino ini menunjukkan bahwa fraud pada satu entitas bisa menggoyang seluruh ekosistem, memanggil semua pihak untuk lebih sigap dan bertanggung jawab.

Pakar BINUS: Kampus & Mahasiswa Harus Masif Perkuat Integritas

Pakar Binus, khususnya Prof. Gatot Soepriyanto dari BINUS University, fokus pada pentingnya pembentukan karakter anti-fraud sejak kampus. Dalam orasinya, ia menekankan tiga aspek kunci:

  1. Etika di atas teknologi – teknologi seperti AI dan digital accounting mendeteksi, tetapi hanya orang yang jujur dan memiliki integritas yang bisa menjaga reputasi jangka panjang.

  2. Governance mulai dari kampus – kampus wajib tanam prinsip good governance melalui kurikulum, projek nyata, dan riset internal tentang pencegahan fraud .

  3. Literasi financial dan digital wajib – mahasiswa perlu terpapar kasus nyata, studi kasus rekayasa laporan, audit, dan penilaian risiko agar tidak termakan euforia startup hype.

Dengan pendekatan ini, kampus tidak hanya mencetak lulusan yang siap pakai, tapi juga menjadi “garda depan” anti-fraud di dunia bisnis digital.

Rekomendasi Praktis untuk Kampus & Mahasiswa

A. Integrasi Kurikulum Etika & Fraud

Masukkan mata kuliah seperti Fraud Detection, Ethical Innovation, dan modul real case startups seperti eFishery atau Theranos ke silabus tiap jurusan (Bisnis, Teknologi, Design).

B. Praktikum Audit dan Audit Simulasi

Adakan simulasi audit keuangan dan forensic accounting—gunakan software ASC, skrip AI pendeteksi anomali, serta “red flag” praktik curang agar mahasiswa tahu tanda-tanda fraud.

C. Kolaborasi dengan Inkubator & Startup Legal Clinics

Bangun kemitraan dengan inkubator dan lembaga hukum agar mahasiswa bisa konsultasi soal legal startup. Dorong praktek mitigasi fraud sejak ide berkembang, bukan setelah dana turun.

Peran Regulator & Industri dalam Mendukung Pendidikan

A. Standar Akreditasi Khusus Startup Ethics

BAN-PT, OJK, dan Kemenristek harus mendorong standar akreditasi kampus untuk menyertakan modul anti-fraud dan governance bagi jurusan teknologi, bisnis, dan hukum.

B. Insentif Publik-Privat

Berikan dana hibah riset atau AI tools pendeteksi fraud ke kampus yang aktif jalankan program anti-fraud. Libatkan kampus dalam program antisipasi scam & fintech literacy publik.

C. Platform Kolaborasi Nasional

Bikin platform bersama kampus, regulator, dan asosiasi startup untuk investigasi fraud transparan, edukasi publik digital tentang tanda scam/pencucian uang, & pendampingan startup ethical.

Kasus startup tumbang usai fraud seharusnya jadi wake-up call: inovasi tanpa integritas cepat atau lambat akan runtuh dan berdampak sistemik. Pesan pakar BINUS untuk kampus dan mahasiswa sangat jelas:

“Etika, literasi, dan governance bukan sekadar pelengkap—itu fondasi agar startup bisa bertahan dan dipercaya.”

Dengan kolaborasi edukatif antara kampus, industri, dan regulator, generasi muda bisa belajar berinovasi selamat & berintegritas, bukan sekadar mengejar unicorn instan.