majalahpotretindonesia.com – Stok beras di gudang Perum Bulog kini menembus level tertinggi dalam sejarah, hingga gudang Bulog hampir penuh. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, bahkan mengusulkan revisi Instruksi Presiden (Inpres) agar pemerintah bisa membangun lebih banyak gudang di desa-desa. Ini bukan sekadar wacana—kebijakan ini penting supaya penyerapan hasil panen petani enggak terkendala ruang simpan.
Data & Kondisi Gudang Bulog Saat Ini
Bulog mencatat stok beras mencapai 3,4–3,6 juta ton, rekor tertinggi dalam 23–57 tahun terakhir. Akibatnya, gudang kepenuhan—hingga pemerintah terpaksa sewa 1,1 juta ton kapasitas tambahan dan membangun 25 ribu gudang darurat.
Menurut Wamentan Sudaryono, model simpannya hingga kini masih memanfaatkan skema ‘fillial’, di mana Bulog beli gabah, digiling, lalu disimpan di fasilitas pihak ketiga. Tapi sistem ini diprediksi hanya cukup untuk jangka pendek, karena produktivitas petani diperkirakan bakal terus melonjak.
Benchmark historis menyebut tahun 2025 adalah puncak panen, maka gudang darurat bukan solusi permanen. Mentan menyebut stok ini kabar gembira, tapi juga tantangan serius soal kapasitas simpan dan pengelolaan kualitas.
Usulan Revisi Inpres & Rencana Gudang Nasional
Mentan Amran Sulaiman mengusulkan agar Inpres dirombak supaya pembangunan gudang pangan diperluas, tak cuma di desa tapi hingga tingkat kabupaten dan provinsi. Hal ini bertujuan agar penyerapan tidak hanya bergantung pada gudang Bulog pusat.
Lebih lanjut usulan revisi Inpres mencakup skema kemitraan desa (KopDes Merah Putih), di mana gudang akan dikelola koperasi untuk memberdayakan petani dan UMKM lokal. Pendanaan diproyeksikan dari APBN, APBD, hingga kemitraan BUMN dan swasta.
Strategi ini mendapat dukungan Komisi IV DPR: Ketua Siti Hediati Soeharto menyatakan perlu ada “penambahan gudang Bulog di seluruh Indonesia” karena gudang “sangat terbatas dan sudah penuh”. Ini menunjukkan revisi Inpres bukan retorika, melainkan jawaban politik legislasi untuk dukung pangan nasional.
Tantangan Penerapan Revisi Inpres
Pertama, pendanaan dan anggaran. Bangun 25 ribu gudang memerlukan ongkos besar. Revisi Inpres harus memperjelas alokasi untuk Pemda dan Kerjasama BUMN-swasta agar pembangunan bisa berkelanjutan.
Kedua, standar teknis dan kualitas penyimpanan. Banyak gudang Bulog saat ini tanpa pengaturan kelembaban dan pendingin—akibatnya stok rentan rusak. Revisi Inpres harus sesuaikan struktur teknis untuk jaga mutu pangan.
Ketiga, sistem distribusi dan monitoring. Pemerintah perlu sistem digital dan audit berkala agar gudang desa dan kabupaten tidak kosong atau overstock fiktif—fenomena yang pernah disebut IAW sebgai potensi kerugian negara triliunan rupiah.
Solusi dan Integrasi Kebijakan
-
Skema Kemitraan Publik-Swasta dan APBD
Revisi Inpres bisa mengenalkan model kemitraan antara Bulog dan pengusaha lokal untuk biaya dan pengoperasian gudang. -
Penguatan Koperasi Desa
Integrasi gudang KopDes dalam jaringan cadangan pangan nasional memberi nilai tambah lokal serta edukasi petani. -
Sistem Digital Pergudangan
Implementasi resi gudang digital dan inventory tracking dapat mencegah overstock fiktif. Ini penting untuk audit BPK dan mencegah penyalahgunaan sistem gudang. -
Standar Mutu & Pelatihan
Perlu edukasi dan pembinaan teknis agar gudang baru memenuhi syarat kualitas (ventilasi, kelembaban), serta pelatihan bagi petani dan operator.
Kondisi gudang Bulog hampir penuh adalah indikasi kesuksesan serapan panen, tapi sekaligus tantangan berat. Usulan revisi Inpres oleh Mentan adalah langkah tepat agar kapasitas gudang bisa diperluas, lebih merata, dan sistemik di tingkat desa. Kebijakan ini perlu dukungan anggaran, teknologi, dan pengawasan agar implementasi nyata, bukan sekadar wacana.